get app
inews
Aa Text
Read Next : Satgas Anti Money Politic Tangkap 4 Orang di Rejoso, Diduga Bagikan Uang untuk Pilbup Pasuruan

7 Kiai yang Kewaliannya Dibongkar Kiai Hamid Pasuruan, Siapa Saja Wali Allah Itu?

Minggu, 12 Maret 2023 | 21:28 WIB
header img
Tangkapan layar Kiai Hamid Pasuruan. Foto:Tangkapan Layar NU.or.id

PASURUAN, iNewsPasuruan.id - Kiai Haji Abdul Hamid Pasuruan adalah tokoh yang tersohor sebagai seorang wali. Ulama yang punya nama Abdul Mukti ini, lahir di Lasem 1914 dan meninggal tahun 1962. Beliau adalah pengasuh pondok salafiyah Pasuruan Jawa Timur. Kiai Hamid berangkat dari titik nol karena saat itu tidak ada santri sama sekali. Satu demi satu, santri berdatangan hingga pada akhirnya kamar yang ada tidak cukupi. Perkembangan Kiai Hamid juga fenomenal. Berawal disapa haji kemudian diakui sebagai kiai.

Nama Kiai Hamid semakin membesar terutama setelah wafatnya Habib Ja'far Asegaf, seorang wali termuka pada 1954. Habib Ja'far adalah guru spiritual Kiai Hamid. Beberapa tahun kemudian sekitar awal 1960 an, Kiai Hamid diakui sebagai Wali. Kiai Hamid adalah wali yang diakui beberapa kalangan secara mutafakun alaihi. Banyak kalangan pengikutnya yang mengakui kewalian Kiai Hamid. Almarhum Kiai Hamid juga pernah membuka kewalian 7 kiai. Siapa saja mereka? Jawabannya ada pada artikel yang dilansir dari akun Youtube @ A'az Ibad, dikutip pada Minggu (12/3/2023).

7 Kiai yang Kewaliannya Dibongkar Kiai Hamid Pasuruan

1. Kiai Haji Maimoen Zubair, Sarang, Rembang.

Kiai Haji Maimoen Zubair adalah pendiri Pondok Pesantren Al Anwar, Rembang. Sebagai ulama, Mbah Moen adalah ulama.  Mbah Moen adalah putra pertama dari pasangan Kiai Zubair Dahlan dan Nyai Mahmudah. Mbah Moen dilahirkan di Karang Mangu Sarang hari Kamis Legi bulan Sya'ban tahun 1347 H atau 1348H atau 28 Oktober 1928 dan meninggal dunia di Mekkah 6 Agustus 2019. 

Banyak yang menyatakan Mbah Moen adalah Wali. Tapi yang menarik adalah pengakuan Kiai Hamid tentang kewalian Mbah Moen. Ketika Mbah Moen muda pulang kembali dari belajar di Mekkah sekitar 1950, para kiai khos yang sedang berkumpul di rumah Kiai Ma'sum sibuk memuji kehebatan Gus Moen. Hingga Mbah Hamid yang hadir merangkum pujian kepada Gus Moen. Berikut pujian itu,  Gus Maimoen adalah seorang yang cerdas, alim, sholih, ahli tafsir, ahli hadis, ahli fiqih, seorang sufi, dan seorang wali dari wali-wali Allah. Mendengar pengakuan tersebut, tokoh yang hadir terkejut karena Gus Moen baru berusia 22 tahun. Pada kesempatan lain, Kiai Hamid juga menegaskan kewalian mbah Maimoen. Seorang politikus datang ke Kiai Hamid memohon doa dan solusi di Pasuruan. Politikus muda itu kemudian disergap dengan pernyataan, "Ngapain kamu ke sini? Sana ke kiai Maimoen, Wali Muda". Demikian pengakuan Kiai Hamid terhadap Kewalian Mbah Moen.

2. Kiai Haji Ma'sum Mahfudhi, Karanggawang, Demak.

Kiai Haji Ma'sum Mahfudhi yang akrab disapa Mbah Ma'sum adalah pendiri Ponpes Fathul huda. Mbah Ma'sum lahir di Karanggawang, 5 Ramadhan 1347 Hijriah atau 15 Februari 1929 Masehi. Beliau adalah mursid Thoriqoh Qodiriyah Wa Naqsabandiyah dan Mujis Dalailul Qoirot. Kiai yang selama hidupnya menjalani riadoh puasa meninggal dunia, Senin 24 Rajab 1426 Hijriah bertepatan 29 Agustus 2005.

Banyak yang menyatakan Mbah Ma'sum adalah wali karena kemanjuran doanya. Kewaliannya juga pernah dibongkar oleh Kiai Hamid Pasuruan dan disaksikan oleh Kiai Yasin Masyhadi, Pengasuh Ponpes Al Huda Wonosalam Demak. Suatu saat pada 1970 an, Kiai Yasin muda sowan ke kediaman Kiai Hamid di Pasuruan. Mengetahui sang tamu dari Demak, Kiai Hamid menceritakan bahwa di Demak juga ada seorang Waliullah. Karena penasaran, Kiai Yasin mendengarkan ucapan Kiai Hamid secara seksama apa yang didawuhkan Kiai Hamid. Beliau menyampaikan, "Di sebelah barat Pasar Buyaran ada jembatan besar, kalau ke utara, ada pesantren yang diasuh seorang wali Allah". Pada akhirnya, Kiai Yasin mengetahui bahwa yang dimaksud Kiai Hamid adalah Kiai Ma'sum Karanggawang.

3. Abah Guru Sekumpul Kalimantan (KH M Zaini Bin Abdul Ghani)

KH M Zaini Bin Abdul Ghani Al Banjari atau lebih dikenal Abah Guru Sekumpul adalah salah satu ulama kharismatik dari tanah Borneo. Abah Guru Sekumpul lahir pada 11 Februari 1942, dan wafat pada 10 Agustus 2005 di usia ke 63.

Guru sekumpul merupakan putra dari Abdul Ghani bin Abdul Manaf dengan wanita solehah Masliah binti Haji Mulia. Garis keturunan ayahnya bersambung hingga ke Syekh M Arsyad Al-Banjari, seorang tokoh sufi kenamaan dari tanah Banjar. Derajat kewalian Guru Sekumpul sudah diketahui Kiai Hamid sekitar 1965. Saat itu, Abah Guru Sekumpul muda dan pamannya, Syeikh Semman Mulia berlayar ke Jawa mencari guru pembimbing Rohani. Tempat pertama yang didatangi adalah Kota Bangil, Jawa Timur. Keduanya menemui dan meminta saran kepada Al Alim Al Alamah Syeikh Muhammad Syarwani Ardan atau yang dikenal dengan Guru Bangil yang masih sepupu dengan Guru Sekumpul.  

Setelah bertemu dan menyampaikan maksud kedatangan tersebut guru Bangil kemudian memutuskan untuk mengajak sowan ke kediaman Kiai Hamid Pasuruan malam itu juga.

Usul ini disetujui Guru Sekumpul dan pamannnya. Menggunakan mobil lewat tengah malam baru sampai ke Pasuruan mobil langsung menuju rumah Kiai Hamid Meski waktu dinihari ternyata Kiai Hamid masih belum tidur dan sedang menerima tamu. Saat itu masih cukup banyak tamu sehingga guru Bangil dan rombongan duduk cukup jauh dari Kiai Hamid.

Rombongan disuguhi minuman. Usai minum Kiai Hamid berdoa. Kiai Hamid kemudian berdoa selesai berdoa Kiai Hamid lalu berdiri dan tiba-tiba mendekati Guru Sekumpul dan menepuk-nepuk bahu beliau sambil berucap Gubernur Kalimantan, Gubernur Kalimantan. ucapan tersebut mengisyaratkan kedudukan Guru Sekumpul sebagai seorang wali agung yang datang dari Kalimantan, suatu penghormatan luar biasa dari seorang wali kepada wali lainnya.

4. Kiai Muhsin Bululawang Malang

Kiai Muhsin adalah salah satu wali Allah yang menyembunyikan derajat kewaliannya. Kewalian beliau terbongkar berawal dari keinginan warga Bululawang Malang untuk mendirikan masjid. Sebelum dilaksanakan, mereka terlebih dahulu sowan ke Kiai Hamid Pasuruan. Namun Kiai Hamid menjawab Insya Allah,  tapi di sana itu sudah ada wali besar Anda datang kepada beliau saja daripada jauh-jauh ke sini. Siapa wali Agung itu Kiai? Namanya Kiai Muhsin. Silakan dicari Nanti kalau sudah ketemu orangnya bilang saja Kiai Hamid yang menyuruhnya untuk berdoa sekalian tentukan arah kiblat. Begitu mendengar penjelasan Kiai Hamid ini, para tokoh warga kemudian meminta izin undur diri.

Dengan rasa penuh penasaran, para warga kemudian berbagi tugas untuk mencari Kiai Muhsin di daerah Bululawang. Warga berhari-hari mencari informasi tentang Kiai Muhsin hingga akhirnya ada salah satu warga yang menemukan keberadaannya. Anehnya yang ditemui adalah seorang penjual tempe yang bernama Muksim singkat cerita akhirnya tokoh warga itu mendatangi sosok Kiai Muhsin yang sedang berjualan tempe.

Ketika dipanggil dengan sebutan Kiai, penjual tempe tersebut merasa tidak berkenan. ”Jangan panggil saya Kiai. Saya ini penjual tempe,” jawabnya. Utusan warga tetap meminta doa Kiai Muhsin sekaligus menentukan arah kiblat atas masjid yang dibangun warga.  ”Saya sudah menjelaskan bahwa saya ini bukan kiai. Saya hanya penjual tempe, kok malah diminta doa,” jawab Kiai Muhsin.

 ”Kiai Hamid Pasuruan yang minta panjenengan berdoa,” kata warga sambil menjelaskan sudah sowan ke Kiai Hamid Pasuruan. Kiai Muhsin penuh kaget mendengar itu, hingga akhirnya menuruti permintaan warga Bululawang tersebut

5. Kiai Haji Muhammadun Kajen Pati

Alkisah awal perkenalan Kiai Muhammadun Kajen dan Kiai Hamid Pasuruan tergolong unik dan cenderung mistis. Suatu ketika, Mbah Abdullah Zain Salam sowan ke Mbah Hamid Pasuruan. Setelah cukup lama dan dirasa sudah tercapai maksud dan hajat, Mbah Dullah kemudian minta pamit untuk pulang. Tiba-tiba Mbah Hamid titip salam kagem Kiai Sholeh Kajen. Ada sedikit kaget dan keheranan bagi Mbah Dullah lantaran di Kajen selama yang beliau tahu tidak ada orang yang bernama Kiai Sholeh.

 Dengan memberanikan diri, Mbah Dullah kemudian bertanya biar tidak salah dan tidak ragu. Sepertinya di Kajen tidak ada kiai yang namanya Soleh. “Wonten Kiai,” jawab Kiai Hamid.

Mbah Dullah tetap mencari tahu walaupun sebatas minta ciri-ciri Kiai Sholeh.”Piantunnya (Orangnya) punya ciri-ciri seperti apa?,” tanya Mbah Dullah. Dengan haqqul yaqin, Kiai Hamid berkata bahwa Kiai Sholeh kalau setiap salat Jumat selalu di samping kanan mimbar. Mbah Dullah kemudian pulang dari Pasuruan membawa oleh-oleh tanda tanya besar siapa gerangan sosok yang dikatakan bahwa Kiai Hamid. Singkat cerita, setelah satu Jumat dua Jumat, Mbah Dullah mengamati dan memperhatikan dengan sesama di sisi kanan dari mimbar.

Sampai Jumat ketiga, ternyata yang istiqomah di tempat itu adalah Kiai Muhammadun yang juga masih familinya. Tanpa ragu Mbah Dullah sowan ke Kiai Muhammadun sebagai wujud amanat menyampaikan salam dari Mbah Hamid. Setelah saling ngobrol kesana-kemari barulah kemudian menyampaikan salam itu. Kiai Muhammadun dengan nada enteng dan menjawabnya bahwa beliau merasa tidak kenal dengan Kiai Hamid.

Akhirnya muncullah gagasan Mbah Dullah mengajak Kiai Muhammadun sowan ke Pasuruan.  Sungguh aneh dan ajaib, sebelum Mbah Dullah dan Kiai Muhammaduun sampai di Pasuruan, Mbah Hamid sudah mempersiapkan penyambutan yang meriah dan istimewa dengan menggelar karpet merah dari teras rumah sampai gang masuk layaknya penyambutan tamu agung dan istimewa.

Santri-santri disuruh berkumpul dan membawa rebana sebagai prosesi penyambutan. Padahal saat itu belum ada teknologi handphone SMS atau telepon. Subhanallah. Siapa yang memberitahu Mbah Hamid. Ketika Kiai Muhammadun sudah memasuki Gang Kompleks Pesantren. Mbah Hamid sudah berdiri dengan muka ceria dan berseri-seri sambil tak henti-hentinya mendendangkan Thola'al Badru sampai menciumi Kiai Muhammadun saking gembira dan takzim.

6. Wali Samud Kendal

Mbah Hamid juga pernah mengungkap kewalian seseorang yang menyamar sebagai orang gila. Orang itu dalam kesehariannya berada di sekitar pasar dengan pakaian dan tingkah laku persis seperti orang gila namun tidak pernah mengganggu orang-orang di sekitarnya.  Mbah Hamid menitipkan salamnya kepada orang tersebut melalui tamu dari Kendal yang sowan ke Pasuruan. Belakangan diketahui bahwa sosok yang dimaksud adalah Eyang Samud, seorang wali yang dianggap gila oleh warga sekitar. Tamu tersebut bingung kenapa Mbah Hamid sampai menitip salam untuk Samud yang dianggap gila oleh dirinya dan orang-orang di daerahnya.

Tamu tersebut bertanya, bukankah Samud tersebut adalah orang gila kiai? Mbah Hamid kemudian menjawab beliau adalah wali besar yang menjaga Kendal dan Semarang.

 ”Rahmat Allah turun, bencana ditangkis itu berkat beliau. sampaikan salamku kepadanya,” kata Mbah Hamid. Tamu tersebut pulang ke Kendal dan menunggu keadaan pasar sepi untuk menghampiri Samud untuk menyampaikan salam dari Kiai Hamid.  Salam Mbah Hamid kemudian disampaikan. Eyang Samud sendiri ketika jati dirinya telah diketahui oleh orang lain lantas memohon kepada Allah untuk dicabut nyawanya. Seketika itu juga Eyang Samud meninggal dunia di hadapan orang yang menyampaikan salam dari Mbah Hamid Pasuruan

7. Guru Bangil Syekh Muhammad Syarwani Abdan

Guru Bangil lahir di Martapura tahun 1913 Masehi. Beliau adalah salah satu ulama terkemuka yang merupakan zuriat dari Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari dan masih sepupu Guru Sekumpul.  Sahabat karib Kiai Hamid Pasuruan ini wafat di Bangil tanggal 11 September 1989 masehi. Suatu ketika Kiai Hamid datang ke masjid Ampel untuk menghadiri Haul Agung Kanjeng Sunan Ampel. Beliau datang bertepatan dengan jamaah ashar di masjid tersebut.

Saat itulah Kiai Hamid bertemu dengan guru Bangil. Setelah lama mengobrol kemudian Kiai Hamid mau pamit untuk pulang. Kiai Syarwani kemudian minta doa kepada Kiai Hamid dan mengatakan kepada orang yang hadir di rumah itu bahwa Kiai Hamid ini adalah seorang wali Allah. Mendengar ucapan tersebut Kiai Hamid membalas. ”Yang Wali itu ya yang ada di sampingku ini sambil menunjuk ke Kiai Sarwani atau guru Bangil jadi minta doanya sama beliau saja karena kedua ulama ini saling tawadhu,” kata Kiai Hamid. Akhirnya salah seorang memberanikan diri menengahi kalau begitu bergantian saja mendoakan yang ada di sini ikut mengamini saja dan akhirnya dua Wali itu bersedia berdoa bergantian.

Kemudian di tengah perjalanan menuju mobil Kiai Hamid memberitahukan kepada santrinya bahwa Kiai Sarwani bagaikan rumah yang pagarnya terbuka lebar Santri bertanya, apa maksudnya Kiai?  Kiai Hamid kemudian menjelaskan makam derajat Guru Syarwani itu tinggi tidak mau dikenal orang, meskipun demikian beliau siap menerima tamu kapan saja

Demikianlah 7 Kiai yang telah dibongkar kewaliannya oleh Kiai Hamid Pasuruan. Semoga bermanfaat

 

 

 

Editor : Bian Sofoi

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut