BAHASA (baca: bahasa daerah) merupakan cermin keadaban budaya sebuah bangsa. Bangsa itu dapat dikatakan berbudaya atau tidak berbudaya dapat dilihat dari pola komunikasi bahasa yang digunakan dalam relasi sosial kehidupan keseharian masyarakatnya.
Bahasa yang digunakan oleh sebuah bangsa sangat di pengaruhi oleh sejarah kelahiran bangsa tersebut, ideologi, situasi alam, situasi sosial budaya yang mengitarinya. Sehingga bahasa sebuah bangsa memiliki posisi sangat penting dan strategis untuk menggambarkan karakter sosial budayanya.
Dari data yang ada jumlah bahasa daerah menurut laporan hasil penelitian yang dilaksanakan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud RI 2017, bahasa daerah (tidak termasuk dialek dan subdialek) di Indonesia yang telah teridentifikasi dan divalidasi adalah sebanyak 652 bahasa. (Sumber:databooke. katadata.co.id)
Namun, disatu sisi, saya melihat akhir-akhir ini bahasa daerah mengalami degradasi di kalangan masyarakat terutama anak muda. Terlihat bahasa daerah tidak mampu menghadapi gempuran bahasa atau budaya populer dari luar terutama budaya K Pop dari Korea (Korean wave).
Degradasi bahasa dan budaya tersebut terlihat tidak hanya di ruang privat, tetapi juga di ruang publik. Dan yang ironi prilaku tersebut ditampilkan oleh semua kalangan termasuk para pemimpin bangsa ini, seolah lebih bangga dan gaul menggunakan bahasa atau ekspresi budaya luar (K Pop) daripada bahasa atau ekspresi bahasa daerah Indonesia. (timesindonesia.co.id,15/7/2021)
Hal itu terpotret dari data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengungkapkan sebanyak 25 bahasa daerah di Indonesia terancam punah.
Sebanyak 25 bahasa daerah itu terancam punah karena semua penuturnya berusia 20 tahun ke atas dan jumlahnya sangat sedikit. Generasi tua pun sudah tidak berbicara bahasa daerah itu kepada anak-anak atau hanya berbicara dengan usia sebayanya. Adapun bahasa daerah yang terancam punah antara lain bahasa Hulung, Bobat, Samasuru yang berasal dari Maluku. (cnnindonsia.com, 30/6/2022).
Editor : Bian Sofoi