JAKARTA, iNewsPasuruan.id - Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) menggelar diskusi atau bahtsul masail terkait hewan yang terjangkit penyakit mulut dan kuku (PMK) sah atau tidak untuk dikurbankan.
Pada kegiatan yang digelar 31 Mei 2022 tersebut disepakati hewan yang terjangkit PMK tidak memenuhi syarat untuk dijadikan hewan kurban. Ketua LBM PBNU, Mahbub Ma'afi Ramadhan menjelaskan tidak sembarang sapi, kerbau, dan kambing/domba yang bisa dikurbankan. Menurutnya, hewan yang akan dikurbankan memiliki ketentuan yang sudah diatur dalam ilmu fiqih.
"Hewan kurban itu dengan segala persyaratan yang ada dalam fiqih itu kesimpulannya hewan kurban itu adalah hewan yang ideal, sehat gemuk, ideal lah, sehingga tidak ada aib," kata Mahbub, Selasa (14/6/2022). Dia menyebutkan, berdasarkan keterangan dokter yang hadir saat bahtsul masail digelar, hewan yang terjangkit PMK salah satu gejala klinisnya akan kehilangan nafsu makan. Dengan demikian, kemungkinan besar hewan tersebut akan kehilangan berat tubuhnya. Di mana dalam fiqih disebutkan salah satu syarat untuk dijadikan hewan kurban yaitu gemuk dan sehat.
"Apalagi gejala-gejala yang berat ya sampai ndeprok (tidak mampu berdiri) sampai kukunya lepas atau apa ya sudah, jelas itu tidak bisa (dijadikan hewan kurban) di dalam kaca mata fiqih tidak dikategorikan masuk dalam kategori yang bisa atau mencukupi dijadikan sebagai hewan kurban," ujarnya. Selain itu, jika hewan yang terjangkit PMK dipaksakan untuk dikurbankan, dikhawatirkan akan semakin menyebar luas wabah tersebut. Mengingat, penyebaran PMK bisa melalui manusia. "Insfratruktur di masyarakat yang ada, nyembelih seenaknya saja, tidak diatur seperti di RPH (rumah potong hewan) itu akan menular," ujarnya.iNewsPasuruan
Editor : Bian Sofoi