JAKARTA, iNewsPasuruan.id - Kasus pembunuhan Brigadir J memakan korban lagi. Kali ini, mantan BA Roprovos Divpropam Polri Brigadir Frillyan Fitri Rosadi atau Brigadir FF selesai menjalani sidang kode etik. Sidang Etik digelar karena ketidakprofesionalan dalam penanganan kasus pembunuhan Brigadir J pada Senin (12/9/2022).
Berdasarkan hasil putusan sidang yang disiarkan di YouTube Polri TV Radio, Brigadir Frillyan Fitri Rosadi dikenakan sanksi demosi selama dua tahun. "Sanksi administratif, yaitu mutasi bersifat demosi selama dua tahun," kata anggota sidang etik Kombes Rachmat Pamudji seperti dilihat di YouTube Polri TV Radio, Selasa (13/9/2022).
Brigadir Frillyan juga disebut terbukti melakukan perbuatan tercela. Selain sanksi demosi, ia juga diwajibkan untuk meminta maaf secara lisan di hadapan sidang komisi kode etik dan secara tertulis ke pimpinan Polri. "Memberikan sanksi berupa sanksi etika, yaitu a, perbuatan terduga pelanggar sebagai perbuatan tercela, b, terduga pelanggar wajib meminta maaf secara lisan di hadapan sidang komisi kode etik Polri dan secara tertulis ke pimpinan Polri," ucapnya.
Sebelumnya, Kabag Penum Divhumas Polri Kombes Nurul Azizah menjelaskan, Brigadir FF menjalani sidang kode etik karena tidak profesional dalam bertugas saat menangani kasus yang menyeret mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo. "Sedangkan wujud perbuatan yaitu ketidakprofesionalan dalam melaksanakan tugas," ujarnya, Selasa (13/9/2022).
Sidang KKEP ini dipimpin Brigjen Agus Wijayanto selaku ketua komisi KKEP. Selain itu, Kombes Rahmat Pamudji bakal bertindak sebagai wakil ketua komisi, Kombes Satyus Ginting selaku anggota, Kombes Fitra Andrias Ratulangi selaku anggota dan Kombes Arnaini selaku anggota. Nurul mengatakan, pihaknya juga menghadirkan empat saksi dalam persidangan. "Saksi-saksi dalam persidangan sebanyak empat orang yaitu Kompol SM, Ipda DDC, Briptu FDA dan Bharada S," ucapnya.
Dikutip dari laman Polri, sanksi demosi merupakan salah satu sanksi yang terdapat dalam Institusi Polri. Demosi artinya memindahkan anggota polisi dari hierarki yang ia tempati ke jabatan yang lebih rendah. Sanksi demosi tercantum dalam Pasal 1 Angka 24 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Aturan tersebut berbunyi: “Demosi adalah mutasi yang bersifat hukuman berupa pelepasan jabatan dan penurunan eselon serta pemindahtugasan ke jabatan, fungsi, atau wilayah yang berbeda.” Kemudian menurut Pasal 66 ayat (5) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Pelanggaran Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Peraturan Kapolri No. 2 Tahun 2016) berbunyi: “Hukuman disiplin berupa mutasi yang bersifat demosi, dapat dijatuhkan kepada Terduga pelanggar yang menduduki jabatan struktural maupun fungsional untuk dimutasikan ke jabatan dengan Eselon yang lebih rendah, termasuk tidak diberikan jabatan.”
Pasal 1 ayat (38) Peraturan Kapolri No. 2 Tahun 2016 menyatakan: “Mutasi yang bersifat demosi adalah mutasi yang tidak bersifat promosi jabatan.”
Atasan yang berhak menghukum anggota Polisi yang diberi sanksi demosi adalah atasan yang pelaksanaan sehari-hari ditugaskan kepada Provos Polri atau pengemban Fungsi Sumber Daya Manusia Polri.
Selama melaksanakan tugasnya, atasan yang berhak menghukum tersebut harus melakukan pengawasan selama anggota polri menjalani masa hukuman. Selain itu, atasan tersebut juga harus melakukan pengawasan selama enam bulan setelah menjalani hukuman.
Editor : Bian Sofoi
Artikel Terkait