Selain sebagai pemilik cadangan minyak terbesar ketujuh di dunia, Kuwait juga memiliki sejarah kelam yang diwarnai invasi dan pendudukan Irak pada tahun 1990. Peristiwa tersebut memicu Perang Teluk Pertama, yang berujung pada kekalahan Irak dan pembebasan Kuwait oleh pasukan koalisi pimpinan AS pada 1991.
Sejak mengambil alih kekuasaan pada 2020, Syekh Nawaf dikenal dengan kebijakan luar negeri yang moderat dan seimbang, berusaha menjaga hubungan baik dengan negara-negara tetangga di Timur Tengah.
Dengan meninggalnya Syekh Nawaf, Kuwait kini memasuki babak baru kepemimpinan di bawah Syekh Meshal. Konstitusi Kuwait menyatakan bahwa putra mahkota otomatis menjadi emir setelah pendahulunya mangkat, namun pengambilan sumpah di parlemen tetap diperlukan untuk secara resmi menandai dimulainya era kepemimpinan yang baru. Emir yang baru juga memiliki waktu hingga satu tahun untuk menunjuk putra mahkota berikutnya.
Kepergian Syekh Nawaf meninggalkan kekosongan kepemimpinan di Kuwait pada saat yang krusial. Dunia saat ini tengah menghadapi berbagai tantangan, termasuk ketegangan geopolitik, krisis energi, dan ancaman resesi global. Di tengah situasi tersebut, Kuwait dituntut untuk dapat mempertahankan stabilitas dan kelangsungan ekonomi di bawah kepemimpinan yang baru.
Dunia kini menanti langkah-langkah awal yang akan diambil oleh Syekh Meshal sebagai emir baru Kuwait. Kebijakan luar negeri yang ia ambil, serta strategi ekonomi yang ia susun, akan menjadi penentu arah masa depan negeri kaya minyak tersebut.
Editor : Bian Sofoi