Gambaran ini juga diperkuat oleh sumber Belanda lain yang menyebut pengikut Pangeran Diponegoro, melakukan ritual khusus sebelum peperangan dimulai. Para laki - laki maupun perempuan konon mencukur habis rambut di kepala mereka. Kemudian mereka menggunakan busana ulama dan maju ke Medan tempur, sambil membacakan zikir.
Tetapi tidak semuanya pasukan Diponegoro ini mengenakan surban dan jubah selama pengepungan Yogyakarta pada bulan Agustus 1825. Hal ini terlihat dari satu jenazah pejuang perempuan yang ditemukan mengenakan pakaian tempur. Terasa aroma perang agama lebih kental, permusuhan tersebut tidak dapat diakhiri dengan sekedar memberikan pada Pangeran Diponegoro suatu kerajaan, yang berdiri sendiri seperti kepada Mangkubumi, Raden Mas Said, dan Pangeran Notokusumo. Tuntutan Diponegoro untuk diakui sebagai pelindung dan penata agama di Tanah Jawa, dan jaringan kontak - kontaknya dengan para santri, membuat konsesi seperti itu tidak mungkin. iNews Pasuruan
Editor : Bian Sofoi