Di sisi lain, Rektor UMM Prof. Dr. Fauzan, M.Pd. mengatakan, ada beberapa instrumen yang perlu dihayati bersama. Utamanya hal-hal yang dapat dijadikan media komunikasi dan hubungan fungsional anatara alumni dengan UMM. Misalnya saja program profesor penggerak pembangunan masyarakat (P3M).
Dengan menggaet berbagai pemerintah daerah (Pemda), para pakar dari Kampus Putih langsung turun memberikan kontribusi. Misalnya mengembangkan pertanian organik di Bondowoso, Jember, hingga Subak Bali. Begitupun dengan pengembangan bawang merah yang dilaksanakan di Kabupaten Nganjuk serta berbagai wilayah lainnya. Sehingga ilmu yang dimiliki para profesor benar-benar bisa diimplemantikan dan digunakan untuk menyebar kebaikan.
“Program lain yang tak kalah strategis adalah center of excellence (CoE). Saat ini perguruan tinggi hanya melahirkan sarjana generik. Saking generiknya, para sarjana baru tidak tahu mau ke mana. Maka, lewat CoE inilah UMM berupaya mencetak SDM yang spesifik dan dibutuhkan dnia usaha serta dunia industri (DUDI),” jelas Fauzan.
Menurutnya, dengan ikut CoE, para mahasiswa lulus dengan ‘kelamin’ yang jelas. Maksudnya adalah kompetensi dan keahlian yang jelas. Di UMM, sudah tersedia 42 CoE yang bisa dijajal, seperti sekolah udang, sekolah metaverse, sekolah asisten advokat, sekolah AI, dan puluhan lainnya. Semua mahasiswa bisa turut serta dan tidak dibatasi oleh jurusan.
Editor : Bian Sofoi
Artikel Terkait