SURABAYA, iNewsPasuruan.id - Perpecahan melanda orang-orang Arab asal Hadhramaut (Yaman) di awal mereka hijrah ke Jawa masa Pemerintah kolonial Hindia Belanda. Perpecahan terjadi dipicu tradisi sosial budaya asal yang masih dipegang erat. Orang-orang Arab di Nusantara sebagian besar berasal dari Hadhramaut dan selebihnya dari Hejaz. Di masyarakat Hadhramaut yang berbasis keturunan, golongan sayid menempati struktur kelas sosial tertinggi.
Kelompok sayid mengklaim sebagai dzurriyah (keturunan) Nabi Muhammad SAW melalui jalur Sayidina Husein. Mereka biasa disebut Ba-’Alawi atau Alawi, yang merujuk pada nama Alawi, cucu leluhur klan mereka Ahmad bin Isa yang lebih dari 1.000 tahun hijrah ke Hadhramaut dari Basrah, Irak. Di Hadhramaut, golongan sayid merupakan bangsawan agama. Tugas dan fungsinya di masyarakat yakni mengurusi kerohanian, kependidikan dan politik, termasuk terlibat dalam kegiatan ekonomi. Mereka memiliki tanah dan secara ekonomi hidup dari berdagang.
Sebagai wujud salam hormat, mencium tangan sayid setiap bertemu dan rutin menziarahi makam sayid yang dianggap suci, sebagai hal yang lazim di masyarakat Hadhramaut. Di tempat baru (Nusantara), orang-orang Arab golongan sayid tetap mempertahankan tradisi feodalnya. Hal itu tidak disukai orang-orang Arab di luar golongan sayid yang memiliki pemikiran lebih moderat sekaligus radikal.
“Sayid memandang diri sebagai garis keturunan bangsawan yang lebih murni daripada keturunan Nabi Muhammad di negeri-negeri lain,” tulis E Gobee dan C Adriaanse dalam Ambtelijke adviezen van .C. Snouck Hurgronje (1889-1936). Di bawah golongan sayid terdapat dua kelompok sosial yang menempati lapisan tengah masyarakat. Mereka yakni syekh dan qabili yang sama-sama mengaku keturunan Qahtan, leluhur semua orang Arab Selatan. Syekh memiliki kedudukan sosial lebih tinggi dari qabili. Tugasnya sama dengan sayid, namun jumlah populasi syekh lebih sedikit dibanding golongan sayid.
Sedangkan qabili merupakan anggota suku di mana setiap suku memiliki wilayah kekuasaan sendiri yang dipertahankan mati-matian. Sementara lapisan sosial terbawah ditempati masakin atau da’fa yang berarti orang yang lemah. Mereka terdiri atas pedagang, saudagar, buruh, pelayan dan budak yang asal muasalnya tak dianggap penting. A.S. Bujra dalam The Politics of Stratafication, A Study of Political Change in a South Arabian Town (1971) menduga sebagian besar orang-orang Arab yang hijrah ke Asia Tenggara adalah golongan sayid. “Mereka kebanyakan mampu mengumpulkan uang untuk perjalanan dan membawa sejumlah kecil modal untuk berdagang”.
Editor : Bian Sofoi